Tuesday 24 February 2015

BASIC TRAUMA CARDIAC LIFE SUPPORT (AIRWAYS)

Kematian dapat diakibatkan berbagai sebab,  tetapi keseluruhannya berakhir pada satu hasil akhir yaitu kegagalan oksigenasi sel, terutama otak dan jantung.
Keterlambatan 1 menit oksigenasi kemungkinan berhasil untuk diselamatkan sekitar 98 dari 100, untuk keterlambatan 4 menit kemungkinan berhasil 50 sedangkan untuk keterlambatan 10 menit kemungkinan berhasil 1.

1. Airway (jalan napas)

Fungsi dari sistem pernapasan adalah mengambil O2 dari atmosfer masuk kedalam sel2 tubuh dan mengeluarkan CO2 yg dihasilkan sel2 tubuh kembali ke atmosfer.

Anatomi Saluran Pernafasan
Dimulai dari hidung dan mulut, ke farinks lalu ke larinks, trakea, percabangan bronkus dan paru.


Obstruksi Jalan Napas
Obstruksi jalan napas dibagi menjadi 2 jenis yaitu obstruksi total dan obstruksi parsial.

a. Obstruksi Total 

Terdiri dari obstruksi total akut dan perlahan(insidious).
Obstruksi total akut biasnya disebabkan oleh benda asing yg tertelan lalu menyangkut dan menyumbat pangkal laring, obstruksi total dapat kita kenali dari tangan penderita memegang leher, mulut terbuka seperti orang berteriak tetapi tidak keluar suara (ini situasi pada penderita sadar) sedangkan untuk penderita tidak sadar ada tahanan saat ditiup/dipompa.
Adapun obstruksi total perlahan berawal dari obstruksi parsial yg kemudian menjadi total.
Gbr. Tanda penderita tersedak

Bila sumbatan jalan napas yg berat atau total tidak dikelola, maka saturasi oksigen darah akan turun dan korban menjadi tidak sadar dan terjadi kematian.

Pengelolaan Sumbatan Jalan Nafas Karena Benda Asing

1. Pasien Sadar

Heimlich Manuever atau disebut juga abdominal thrusts dianjurkan untuk membebaskan sumbatan jalan nafas karena benda asing pada pasien dewasa dan anak berumur 1-8 tahun.
Dengan cara mendorong diafragma keatas akan dapat mengakibatkan udara terdorong dari paru keluar, artinya terjadi batuk dan benda asing akan keluar.

● Heimlich Manuever dengan korban duduk atau berdiri
- penolong berdiri dibelakang korban, rangkul korban, kepalkan 1 tangan penolong pada perut bagian atas dan pegang dengan tangan yg lain.
- tarik dengan kuat kedalam dan keatas untuk mendorong udara paru secara mendadak dna mendorong benda asing dari jalan nafas.
- lakukan manuver ini berulang sampai benda asing keluar atau korban menjadi tak sadar.

Gbr. Heimlich Manuever pada korban berdiri

● Abdominal Thrusts dengan korban terlentang
- Penolong berlutut diantara paha korban atau disalah satu sisi korban, letakan tumit tangan di abdomen atas diantara umbilikus dan titik temu iga bawah.
- Letakan tangan yg lain diatasnya, hati2 jangan menekan iga tersebut.
- Tekan kuat dan cepat kearah dan kepala 
- Lakukan Manuever ini berulang.

Gbr. Abdominal Thrusts pada korban terlentang

● Chest Thrusts Manuever
Cara ini digunakan pada kasus sumbatan jalan nafas karena benda asing pada orang gemuk atau wanita hamil.
- Penolong berdiri dibelakang korban, dengan kedua tangan berada diketiak dan melingkari dada korban.
- Posisikan kedua tangan penolong diantara kedua mamae dan lakukan gerakan dorongan kedalam sampai benda asing keluar.

Gbr. Chest Thrust

2. Pasien Tidak Sadar

Apabila korban tampak sianosis dan menjadi tidak sadar :
a. Aktifkan/EMS (Emergency Medical Service)
b. Lakukan Tongue-jaw lift/finger sweep
Angkat rahang bawah lidah dam ambil benda asing dengan jari, tindakan ini dilakukan dengan memasukkan jari-jari penolong kerongga mulut, korek rongga mulut dengan jari untuk menyingkirkan benda asing dari mulut/farings
c. Buka jalan napas, berikan 2 nafas buatan, bisa diulang
d. Bila tidak berhasil lakukan Heimlich Manuever, ulang sampai 5 kali
e. Ulangi langkah-langkah diatas sampai benda asing dapat keluar dan korban dapat bernafas spontan
f. Bila tidak berhasil, dilakukan dengan alat bantu misalnya magil forceps atau krikotirotomi
g. Bila tidak berhasil dinilai sirkulasi, bila tidak ada nadi segera lakukan kompresi dada (BHD)

Gbr. Tongue-jaw lift dan finger sweep

Sumbatan Jalan Nafas karena benda asing/Foreign Body Airway Obstruction (FBAO) pada anak

Jika terjadi Obstruksi Benda Asing Pada Anak segera lakukan penyelamatan pada anak tersebut, jika Obstruksi parsial/sebagian dan ada usaha batuk pada anak, jangan lakukan intervensi apapun tapi biarkan terjadi batuk spontan sehingga benda asing dapat keluar.

usaha mengeluarkan benda asing dilakukan jika anak tidak bisa batuk, sulit bernafas, stridor atau kesadaran menurun.

Tanda-tanda obstruksi jalan nafas :
- Universal chocking sign : anak akan memegang leher dengan ibu jari dan telunjuk
- Tidak dapat bicara
- Lemah, batuk tidak efektif
- Suara nafas melengking
- Sulit bernafas
- Sianosis

Pertolongan Obstruksi benda asing pada anak yg sadar 

Abdominal thrusts (Heimlich Manuever), langkah-langkah pertolongan :
1. Berdiri dibelakang pasien dengan tangan langsung dibawah aksila (ketiak) mengelilingi dada pasien
2. Letakan telapak tangan 1 kepalan pada perut korban diatas pusar, diatas procesus xhipodeus, genggam tinju pada tangan lain dan lakukan 5 dorongan kedalam dan keatas, jangab sentuh procesus xhipodeus atau bagian bawah dari tulang iga, karena akan merusak organ dalam
3. Setiap dorongan sebaiknya memiliki gerakan yg tepat sehingga akan menghasilkan dorongan yg efektif yg dapat mengeluarkan benda asing.

Gbr. Abdominal thrusts pada anak sadar dengan OBA

Pertolongan Obstruksi benda asing pada anak yg tidak sadar
1. Buka jalan nafas dengan menggunakan tongue-jaw lift dan lihat obyek pada farinks, jika obyek terlihat keluarkan benda tersebut, jika tidak terlihat jangan lakukan sweeping dengan jari.
2. Buka jalan nafas dengan manuver head tilt chin lift (jika tidak ada trauma) jika nafas tak efektif berikan ventilasi.
3. Jika nafas tetap tidak efektif langkahi korban diatas pinggang dan siapkan Heimlich Manuever.
4. Letakan pangkal tangan pada perut anak digaris tengah sedikit diatas pusar dan dibawah procecus xhipodeus.
5. Tekan kedua tangan diatas abdomen secara cepat kedalam dan keatas.
6. Jika perlu diulangi 5x dan sampai benda asing keluar dari mukut pasien.

Gbr. Abdominal Thrusts pada anak

Pertolongan Obstruksi benda asing pada bayi dengan teknik Back Blows dan Chest Thrust: 
1. Letakkan bayi pada posisi telungkup dengan kepala lebih rendah dari badan, tahan kepala bayi dengan menahan rahang, hati-hati untuk tidak menekan tenggorokan bayi, letakkan tangan anda pada paha untuk menopang bayi.
2. Berikan 5 pukulan pada punggung, ditengah punggung, diantara 2 skapula dengan menggunakan pangkal tangan.
3. Setelah 5 pukulan pada punggung, letakkan tangan anda yg bebas pada punggung bayi, telapak tangan menahan kepala bagian belakang bayi.
4. Lakukan tubuh bayi sebagai 1 unit dengan menopang leher dan kepala bersamaan, letakkan bayi pada posisi telentang pada tangan kiri anda dan tangan kiri anda diletakkan diatas paha, posisikan kepala lebih rendah dari badan bayi.
5. Berikan 5 kali chest thrusts pada lokasi seperti RJP (Resusitasi Jantung Paru) l, yakni lebih kurang 1 jari dibawah garis intermammary, chest thrusts diberikan dengan kecepatan 1x/detik setiap tindakan dengan penekanan yang kuat untuk mmembuat batuk artificial agar benda asing dapat dikeluarkan.
6. Ulangi secara berturut-turut 5x pukulan pada punggung (back blows) dan 5x chest thrusts sampai benda asing keluar dari mulut korban. 

Gbr. Teknik Back Blows

Gbr. Teknik Chest Thrusts

b. Obstruksi Parsial 

Pada Obstruksi parsial dapat disebabkan berbagai hal. Biasanya penderita masih dapat bernafas sehingga timbul beraneka ragan suara tambahan pada pernafasan penderita.

Penyebab Obstruksi parsial : 
a. Cairan (darah, sekret, aspirasi lambung dsb)
Timbul suara "gurgling" suara bernafas bercampur suara cairan. Dalam keadaan ini harus dilakukan penghisapan suction.

b. Pangkal lidah yg jatuh kebelakang
Keadaan ini dapat karena keadaan tidak sadar atau coma atau patahnya tulang rahang bilateral. Timbul suara mengorok atau snoring yg harus diatasi dengan perbaikan airway secara manual atau dengan alat.

c. Penyempitan dilarinks atau trakhea 
Dapat disebabkan edema karena berbagai hal (luka bakar, radang dsb) ataupun desakan neoplasma. Timbul suara "crowing" atau stridor respiratori. Keadaan ini hanya dapat diatasi dengan perbaikan airway distal dari sumbatan, misalnya dengan trakheostomi. 

Pengelolaan jalan nafas

Bila ada sumbatan jalan nafas, sudah jelas bahwa sumbatan tersebut harus diatasi. Walaupun demikian dalam keadaan tertentu, misalnya penderita dengan koma, tetap dilakukan pemasangan alat jalan nafas, karena sumbatan dalam keadaan ini adalah mengancam nyawa.

1. Penghisapan (Suction)
Suction dapat dilakukan dengan kateter suction (kateter lunak, soft/fleksibel tipped) atau alat suction khusus seperti yg dipakai dikamar operasi (rigid tip, tonsil tip atau yankauer tip). Untuk cairan (darah, secret dsb) dapat dipakai soft tip, terapi untuk materi yg kental (sisa makanan dsb) sebaiknya memakai tipe yg rigid.
Soft tip kateter dapat dipakai untuk melakukan Suction daerah hidung atau naso-farinks serta dapat dimasukkan melalui tube endo-tracheal.
Rigid tip dapat menyebabkan timbulnya refleks muntah bila tersinggung dinding farinks atau bahkan dapat menimbulkan perdarahan.
Walaupun demikian rigid tip lebih disukai karena manipulasi alat lebih mudah dan suction lebih efisien.
Bila memakai rigid tip, maka ujung tip harus selalu terlihat (jangan suction membuta). 
Bila memakai soft tip, boleh sampai masuk secara hati-hati kebelakang pangkal lidah.
Bila memakai soft tip masuk kearah naso-farinks harus selalu diukur, jangan sampai terlalu jauh. Pada fraktur basis kranii alat yg dimasukkan lewat hidung selalu ada kemungkinan masuk rongga tengkorak.
Catatan: bila penderita muntah dan nampaknya suction tidak akan menolong, maka kepala harus dimiringkan. Bila penderita trauma, jangan mencoba memiringkan kepala saja, seluruh badan penderita harus dimiringkan dengan rog roll. 

Prosedur suction akan juga menghisap oksigen yg ada dalam jalan nafas, karena itu lamanya suction maksimal 15 detik pada orang dewasa, 5 detik pada anak kecil dan 3 detik pada bayi.

2. Buka Jalan Nafas (airway) manual 
Pada penderita, yg kesadarannya menurun, lidah mengalami prolaksus kebelakang dan dapat menyebabkan tertutupnya orofaring, mekanisme untuk mengatasinya yaitu dengan menggunakan alat yaitu dengan menggunakan head thilt chin lift dan jaw thrust. Dan dengan menggunakan alat yaitu pipa oro pharingeal airway dan naso pharingeal airway.
Buka jalan nafas dengan manuver head thilt chin lift bila tidak ada trauma kepala atau leher. Bila dicurigai adanya trauma sservikal buka jalan nafas dengan manuver jaw thrust tanpa ekstensi kepala.

Cara melakukan tindakan head thilt chin lift

Posisikan penderita berbaring kepala menghadap keatas. Berlutut sejajar menghadap kepala penderita.
Letakkan 1 tangan diatas dahi dan letakkan ujung jari dengan tangan anda yg lain dibawah dagu.
angkat dagu keatas menyokong rahang dan pada saat yg sama dongakkan kepala sejauh mungkin.

Gbr. Head Thilt dan Chin Lift

Perhatian :
Pada bayi letakkan pada posisi sniffing dan tidak boleh hyper ekstensi.
bila petugas mencurigai adanya trauma servikal, buka jalan nafas dengan manuver jaw thrust tanpa ekstensi kepala.

Cara melakukan tindakan manuver jaw thrust

Posisikan penderita berbaring kepala menghadap keatas.
berlutut dibagian kepala penderita letakkan siku anda disamping kepala penderita diatas permukaan dimana penderita berbaring letakkan tangan kedua pada sisi lain dari kepala penderita.
peganglah sudut rahang penderita pada kedua sisinya, untuk bayi dan anak gunakan 2/3jari.
gunakan gerakan mengangkat untuk menggerakkan rahang bawah keatas dengan kedua tangan.
menjaga agar mulut penderita tetap terbuka dengan menggunakan ibu jari jika diperlukan.

Gbr. Jaw Thrust

a. Jalan nafas sementara

Dengan alat dimasukkan lewat hidung (naso pharingeal airway) atau lewat mulut (oro pharingeal airway) 

● Oro pharingeal airway
Alat ini lebih populer sebagai guedel, walaupun ada tipe lain seperti mayo atau williams.

Gbr. Oro pharyngeal airway

Oro pharingeal airway dimasukkan kedalam mulut dan diletakkan dibelakang lidah. Cara terbaik adalah dengan menekan lidah memakai tongue-spatel dan memasukkan alat kearah posterior. Alat tidak boleh mendorong lidah kebelakang karena akan menyumbat farinks. Cara lain adalah dengan memasukkan alat secara terbalik sampai menyentuh palatum molle, lalu diputar 180˚ dan diletakan dibelakang lidah. Teknik ini tidak boleh dipakai pada anak kecil karena mungkin akan mematahkan gigi.

Gbr. Pemasangan oropharyngeal airway

Hal yg harus diperhatikan adalah bahwa oro pharingeal airway tidak boleh dipasang pada penderita sadar atau penderita setengah sadar yg berusaha menolak alat ini karena akan menyebabkan muntah dan kemudian aspirasi.

● Naso pharingeal airway
Alat ini tidak boleh dipasang bila ada kemungkinan fraktur basis kranii anterior (keluar darah dari hidung atau mulut, ada bril hematom dsb) karena mungkin masuk ke rongga otak. Pada keadaan ini pemasangan boleh dilakukan oleh dokter (dengan memakai stylet/mandrin)

Gbr. Nasopharyngeal airway

Besar tube diukur berdasarkan jari kelingking penderita. Panjang tube yg dapat dihitung darin pangkal cuping hidung sampai cupig telinga.

Cara pemasangan, selalu usahakan masuk lubang hidung kanan, walaupun lubang kiri juga boleh. Tube dilakukan pelumasan, lalu dimasukkan perlahan ke belakang sehingga ujungnya terlihat di farinks.

Gbr. Pemasangan nasopharyngeal airway


b. Jalan nafas definitif 

Pengelolaan jalan nafas definitif :
● Naso tracheal airway
● Oro tracheal airway
● Cricothyroidotomy 
● Tracheostomy 

Indikasi pemasangan airway definitif
Pemasangan airway definitif didasarkan pada penemuan bukti-bukti klinis sebagai berikut :
1. Adanya apnea
2. Ketidakmampuan mempertahankan airway yg bebas dengan cara lain
3. Adanya cedera kepala tertutup yg memerlukan bantuan nafas GCS 8
4. Kebutuhan untuk melindungi airway bagian bawah dari aspirasi darah atau vomitus
5. Ancaman segera atau bahaya potensial sumbatan airway, seperti akibat lanjut dari cedera inhalasi, patah tulang wajah atau kejang-kejang yg berkepanjangan
6. Ketidakmampuan mempertahankan oksigenasi yg adekuat dengan pemberian oksigen melalui bag valve mask (BVM).

Ada tiga macam airway definitif, yaitu pipa oro tracheal, pipa naso tracheal, dan airway surgical (Cricothyroidotomy).

Intubasi endotracheal

Pemasangan Intubasi endotracheal harus memperhatikan adanya kecurigaan fraktur servikal. Sebaiknya dilakukan oleh 2 orang untuk melakukan imobilisasi segaris pada servikal. Penderita yg mempunyai GCS 8 atau lebih rendah harus segera dilakukan intubasi karena penderita tersebut tidak bisa menjaga patensi jalan nafasnya dan memerlukan oksigenasi yg adekuat.
Intubasi endotracheal dilakukan dengan memasukkan pipa kedalam trakhea melalui mulut (orotracheal intubasi) atau melalui hidung (nasotracheal intubasi). Nasotracheal hanya dilakukan pada penderita yg masih bisa bernafas, karena pada saat pemasangannya mengikuti suara nafas penderita. Suara pernafasan tersebut berfungsi sebagai guide untuk menjangkau posisi lubang trakhea secara tepat.

a. Intubasi orotracheal
Intubasi orotracheal adalah memasukkan pipa kedalam trakhea melalui mulut penderita. Pada pasien non trauma memasukkan pipa trakhea bisa dilakukan dengan menengadahkan kepala penderita. Tetapi pada pasien trauma dengan kecurigaan fraktur servikal hal ini tidak boleh dilakukan. Servikal harus tetap di imobilisasi pada posisi segaris, oleh karena itu sebaiknya intubasi dilakukan oleh 2 orang.
Gbr. Intubasi Orotracheal

Pemasangan endotracheal tube (ETT) sebaiknya dilakukan oleh orang yg berpengalaman, hal ini karena pemasangan harus dilakukan dalam waktu singkat agar penderita tidak mengalami kekurangan oksigen akibat pemasangan yg terlalu lama.
Pemasangan pipa orotracheal dilakukan dengan cara seperti dibawah ini : 
1. Pastikan bahwa ventilasi dan oksigen yg adekuat tetap berjalan sebelum intubasi.
2. Siapkan alat suction didekat tempat pemasangan intubasi sebagai kesiapsiagaan apabila penderita muntah.
3. Kembangkan balon ETT untuk memastikan bahwa balon tidak bocor, kemudian kempiskan lagi. 
4. Siapkan lampu laringoskop dan periksa terangnya lampu laringoskop.
5. Bila perlu minta 1 orang asisten untuk mempertahankan posisi kepala dan leher penderita agar tidak hiperekstensi atau hiperfleksi pada saat pemasangan ETT.
6. Pegang laringoskop dengan tangan kiri.
7. Masukan laringoskop pada bagian kanan mulut, dan menggeser lidah disebelah kiri.
8. Dorong laringoskop kedepan sampai terlihat epiglotis dan pita suara. Jangan menjadikan gigi dan bibir sebagai tumpuan laringoskop.
9. Secara hati-hati masukan ETT kedalam trakhea dengan melewati epiglotis.

Gbr. Pemasangan ETT

10. Kembangkan balon secukupnya, jangan mengembangkan balon berlebihan karena akan mengakibatkan kematian jaringan sekitar.
11. Periksa ketepatan penempatan ETT dengan cara memberikan ventilasi dengan menggunakan BVM. 
12. Perhatikan pengembangan dada penderita sambil melakukan ventilasi.
13. Auskultasi dada dan abdomen dengan menggunakan stetoskop untuk memastikan letak ETT 
14. Amankan/fiksasi ETT dengan plester. Apabila penderita dipindahkan, letak ETT harus dinilai ulang.
15. Apabila intubasi tidak bisa dilaksanakan dalam beberapa detik atau selama waktu yg diperlukan untuk menahan nafas sebelum ekhalasi, hentikan percobaan intubasi lalu berikan ventilasi pada penderita dengan BVM dan coba lagi.  

b. Intubasi Nasotracheal
Intubasi nasotracheal adalah memasukkan pipa ETT kedalam trachea melalui hidung penderita. Pemasangan pipa nasotracheal tanpa menggunakan alat bantu laringoskop, tetapi dimasukkan secara manual dengan mengikuti irama nafas penderita. Oleh karena itu pipa nasotracheal hanya dipasang pada penderita yg masih bernafas spontan. Pemasangan nasotracheal tidak dianjurkan pada penderita dengan apnea, fraktur midface dan fraktur basis cranii karena beresiko untuk masuk kedalam rongga tengkorak.


Pemasangan nasotracheal prinsipnya sama dengan pemasangan nasofaringeal airway, pemasangan nasotracheal dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Apabila di curigai fraktur servikal biarkan neck collar (bidai leher) terpasang untuk imobilisasi leher
2. Pastikan oksigenasi dan ventilasi yg cukup tetap berjalan
3. Kembangkan balon ETT untuk memastikan balon tidak bocor, kemudian kempiskan lagi
4. Bila perlu minta seorang asisten untuk melakukan imobilisasi leher
5. Lumasi ETT dengan menggunakan xylocain jelly
6. Masukan ETT kedalam lubang hidung, dorong pelan-pelan tapi pasti kedalam lorong hidung sambil mengikuti suara nafas penderita. Pada saat inspirasi dorong dan pada saat ekspirasi tahan dan rasakan hembusan nafas. Apabila hembusan nafas tidak terasa maka ETT harus ditarik kembali sampai nafas terasa kembali kemudian dorong lagi pelan-pelan sambil mengikuti suara nafas. Bila perlu lakukan penekanan ringan pada cartilago tiroid.
7. Lengkungan pipa harus sesuai untuk memudahkan masuknya kelorong yg melengkung
8. Setelah masuk kembangkan balon secukupnya
9. Periksa ketepatan penempatan ETT dengan cara memberikan ventilasi dengan menggunakan BVM
10. Auskultasi dada dan abdomen dengan menggunakan stetoskop untuk memastikan letak ETT
11. Amankan atau fiksasi ETT dengan plester, apabila penderita dipindahkan, letak ETT harus dinilai
12. Apabila intubasi tidak bisa dilaksanakan dalam beberapa detik atau selama waktu yg diperlukan untuk menahan nafas sebelum ekshalasi, hentikan percobaan Intubasinya lalu berikan ventilasi pada penderita dengan BVM dan coba lagi.

● Needle Cricothyroidotomy → jet Insufflation / jet Ventilation

Apabila pemasangan intubasi gagal atau tidak bisa dilakukan (misalnya pada fraktur mid face) maka tindakan alternatif yg dapat dilakukan adalah tindakan surgical. Tindakan surgical yg dapat dilakukan dengan Cricothyroidotomy. Tindakan Cricothyroidotomy bagi perawat hanya diperkenankan Needle Cricothyroidotomy yaitu penusukan jarum besar (IV catheter no. 14) ke membrana krikotirodea untuk membuat jalan nafas dan melakukan tindakan jet Ventilation. Tindakan ini merupakan tindakan sementara (maksimal 45 menit) sebelum pemasangan tube Cricothyroidotomy oleh dokter. Tindakan jet Ventilation yg terlalu lama mengakibatkan penumpukan CO² dalam tubuh penderita karena proses ekhalasi yg tidak maksimal.

Tindakan Needle Cricothyroidotomy dan jet Ventilation dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Tetap memperhatikan immobilisasi servical apabila ada kecurigaan.
2. Rakit dan siapkan selang O² dengan cara membuat sebuah lubang pada salah satu ujungnya. Hubungkan ujung satunya pada sumber O² yg mengeluarkan O² secara lancar 10-15 liter/menit.
3. Baringkan penderita.
4. Pasang IV catheter no 12/14 dengan spuit 10 cc.
5. Siapkan kassa steril dan cairan antiseptik.
6. Palpasi membrana krikotirodea, pegang trakhea dengan ibu jari dan telunjuk salah satu tangan untuk mencegah pergerakan trakhea.

Gbr. Membran Krikotirodea

7. Tusuk kulit pada garis tengah (mid line) dengan jarum yg sudah terpasang pada spuit, langsung diatas membrana krikotirodea.
8. Arahkan jarum dengan sudut 45˚ kearah atas, sambil menghisap spuit.
9. Dengan hati-hati tusukan jarum melewati setengah bagian bawah membrana, sambil melakukan aspirasi waktu mendorong.
10. Aspirasi udara menunjukkan masuknya jarum kedalam lumen trakhea.
11. Lepas spuit dan tarik mandrin sambil dengan lembut mendorong kateter.


12. Sambungkan kateter bagian luar dengan selang O² yg telah disiapkan, lalu difiksasi dengan plester.
13. Ventilasi berkala dapat dicapai dengan menutup lubang yg terbuka dengan ibu jari selama 1 detik untuk inhalasi dan membukanya selama 4 detik ekhalasi, tindakan ini efektif selama 30-45 menit.
14. Perhatikan pergerakan dada dan Auskultasi untuk mengetahui ventilasi yg cukup.

Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS)

Assalamu' alaikum..
Tahun 2009/2010, saya pernah mengikuti pelatihan BTCLS yg merupakan salah satu syarat kelulusan program studi DIII Keperawatan, dimana pelatihan itu diadakan oleh AGD DinKes Prov. DKI Jakarta.
Oke, disini sedikit akan saya berbagi dan bagi saya sendiri untuk mengingat kembali..
Sebelum masuk ke topik utama, kita harus memahami dulu yg namanya SPGDT dan Manajemennya.. :-)

Manejemen Dan Tekhnis SPGDT

Apa itu SPGDT?
SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu) merupakan sebuah sistem yg merupakan koordinasi berbagai unit kerja/multi sektor dan didukung berbagai kegiatan profesi (multi disiplin dan multi profesi) untuk menyelenggarakan pelayanan terpadu bagi penderita gawat darurat baik dalam keadaan sehari-hari maupun dalam keadaan bencana.
Adapun komponen yg tergabung dalam SPGDT adalah :
1. Orang Awam (Anggota Pramuka, PMR, KSR, Anak Sekokah/Guru, IRT, Pengemudi, Hansip)

2. Orang Awam Khusus (Polisi, Petugas Pemadam Kebakaran, SAR, Petugas PMI)
Orang Awam & Orang Awam Khusus ini harus dilatih bagaimana menangani korban gawat darurat dengan alat sederhana yg ditemukan disekitarnya.
Seperti:
a. Melakukan permintaan pertolongan, dapat menghubungi telepon 118
b. Melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP)
c. Menghentikan perdarahan
d. Memasang balut bidai
e. Memindahkan korban dengan benar

3. Akses
Akses yg digunakan sebaiknya yg mudah diingat dan bebas biaya.

4. Ambulans Pra RS
Seperti yg dimiliki Puskesmas, RSUD, klinik2 kecil, Pemadam Kebakaran, Polisi, Sukarelawan PMI, Satpam, ambulans-ambulans ini dapat diorganisir menjadi layanan medis gawat darurat terpadu pra Rumah Sakit.

5. Rumah Sakit
Yang berperan penting dalam sistem ini UGD

6. Perencanaan dan Pelatihan Bencana
Kesimpulan SPGDT saling behubungan dan saling bekerjasama dengan berbagai unit kerja (multi sektor, multi disiplin dan multi profesi).
Sekian dulu untuk hari ini.
Wassalamu'alaikum.. 

Monday 23 February 2015